LAPORAN PRAKTIKUM: TEKNOLOGI PENETASAN UNGGAS
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENETASAN UNGGAS (PTR-322)
Disusun Oleh :
Nama Mahasiswa : Dwi Sulistiyo
NPM : E1C016061Dosen Pembimbing : Ir. Hardi Prakoso, MP
Asisten Dosen : Octari Ezon
Gian Apriansya
Budiono, S. Pt
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri perunggasan di Indonesia berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk unggas dari luar negeri. Produk unggas, yakni daging ayam dan telur, dapat menjadi lebih murah sehingga dapat menjangkau lebih luas masyarakat di Indonesia. Pembangunan industri perunggasan menghadapi tantangan yang cukup berat baik secara global maupun lokal karena dinamika lingkungan strategis di dalam negeri. Tantangan global ini mencakup kesiapan daya saing produk perunggasan, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan, yang merupakan 60-70 % dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat tergantung dari impor.
Telur merupakan makanan yang disediakan unggas untuk pertumbuhan embrionya, dari embrio awal sampai terbentuk anak puyuh yang siap menetas. Pada perkembangan akhir isi telur akan semakin habis, yang tersisa hanya sedikit kuning telur yang akan dimanfaatkan oleh anak ayam selama sekitar 2 hari. Itulah sebabnya telur pada mamalia berbeda dengan telur pada unggas.
Menetaskan telur puyuh berarti mengeramkan telur agar menetas dengan tanda kerabang telur terbuka atau pecah sehingga anak puyuh dapat keluar dan dapat hidup. Penetasan telur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penetasan telur pada induk dan mempergunakan mesin penetas atau incubator. Oleh karena itu, penetasan telur bertujuan untuk mendorong industri perunggasan dalan penyediaan bibit unggul dalam jumlah besar.
- Mahasiwa memahami cara menetaskan telur menggunakan mesin telur.
- Mampu menghitung daya tetas pada proses penetasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persiapan Penetasan
Mesin tetas merupakan mesin penetasan yang mempunyai prinsip kerja seperti pada induk ayam pada saat mengerami telur. Mesin tetas diusahakan memenuhi berbagai syarat yang sesuai untuk perkembangan struktural dan fisiologi dari embrio anak ayam. Dalam pembuatan alat tetas perlu dipertimbangkan beberapa solusi dalam pengaturan parameter biologi yang meliputi temperatur, kelembaban udara dan sirkulasi udara. Pada alat penetasan semua faktor-faktor tersebut dapat diatur dengan baik sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan sesuai dengan kondisi proses biologi penetasan (Nesheim et al., 1979).
Sebelum digunakan peralatan penetasan disucihamakan dahulu. Semua alat dicuci bersih dan disemprot dengan obat pembasmi hama. Juga bisa digunakan alkohol 70% untuk bahan penyemprot. Selanjutnya alat dikeringkan dan dimasukkan dalam ruang penetasan (Chan dan Zamrowi, 19943).
Alat pemanas dihidupkan dan diatur jarak penyetekan antara temperatur 99-102oF dengan cara mengatur jarak dengan memutar gagang pelatuk pada switch diantara regulator dengan switch. Setelah temperatur yang diinginkan tercapai (temperatur konstan), dibiarkan sampai satu jam sambil dikontrol (Soedjarwo, 1999). Begitu juga untuk kelembaban udara. Bak air diisi dengan air jangan sampai penuh dan dimasukkan ke dalam alat penetas. Diatur kelembabannya antara 55-60%. Pengaturan dilakukan dengan menambah atau mengurangi air dalam bak. Untuk lebih mudahnya biasanya bak diisi air 2/3 bagian dan dibiarkan sampai kelembaban konstan (Nuryati et al., 1998).
Telur biasanya tidak bisa langsung dapat dimasukkan ke dalam alat penetasan, mengingat ada periode tertentu untuk persiapan penetasan telur. Untuk itu diperlukan waktu penyimpanan sebelum penetasan. Masa penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari 7 hari, karena penyimpanan yang melebihi waktu tersebut akan menurunkan prosentase penetasan telur tetas (Nesheim et al., 1979).
Kelembaban udara sangat penting mengingat untuk mempertahankan laju penguapan air di dalam telur. Akibat penguapan udara ini akan membesar kantung udara. Kelembaban udara dapat dilihat pada higrometer dan mengaturnya dengan cara menambah atau mengurangi air di dalam bak air. Pada kerabang telur terdapat ribuan pori-pori mikro untuk pertukaran gas. Oleh karena itu untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan yang berlebihan perlu diatur kelembaban pada 65-70%. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi lebih dari 70% (Shanawany, 1994).
B. Telur
Telur merupakan salah satu produk pangan hewani yang lengkap kandungan gizinya. Selain itu telur merupakan bahan makanan yang mudah dicerna. Sebutir telur terdiri dari 11 % kulit telur, 58% putih telur dan 31% kuning telur (Sudaryani, 2003). Telur mempunyai kandungan air, protein, lemak, karbohidrat dan abu berturut-turut sebesar 66,5; 12,01; 10,5; 0,9; dan 10,9% (Hardini, 2000).
Telur tetas merupakan telur yang didapatkan dari induknya yang dipelihara bersama pejantan dengan perbandingan tertentu. Telur tetas mempunyai struktur tertentu dan dan masing-masing berperan penting untuk perkembangan embrio sehingga menetas. Agar dapat menetas telur sangat tergantung pada keadaan telur tetas dan penanganannya (Nuryati, et al., 1998).
Telur unggas secara umum mempunyai struktur yang sama. Terdiri dari enam bagian yang penting untuk diketahui, yaitu kerabang telur (egg shell), selaput kerabang telur (membrane shell), putih telur (albumen), kuning telur (yolk), tali kuning telur (chalaza) dan sel benih (germinal disk) (Nesheim et al., 1979).
Telur tetas yang normal berbentuk bulat telur atau oval. Telur dengan bentuk bulat atau tgerlalu lonjong merupakan telur abnormal sehingga mempengaruhi posisi embrio menjadi abnormal yang mengakibatkan telur banyak yang tidak menetas (Nuryati, et al., 1998). Letak rongga udara harus normal yaitu pada bagian yang tumpul dan simetris berada di tengah-tengah (Chan dan Zamrowi, 1993).
C. Proses penetasan
Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai telur pecah menghasilkan anak ayam. Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh induk ayam atau secara buatan (artifisial) menggunakan mesin tetas. Telur yang digunakan adalah telur tetas, yang merupakan telur fertil atau telur yang telah dibuahi oleh sperma, dihasilkan dari peternakan ayam pembibit, bukan dari peternakan ayam petelur komersil (Suprijatna et al., 2005).
Pada prinsipnya penetasan telur dengan mesin tetas adalah mengkondisikan telur sama seperti telur yang dierami oleh induknya. Baik itu suhu, kelembaban dan juga posisi telur. Dalam proses penetasan dengan menggunakan mesin tetas memiliki kelebihan di banding dengan penetasan secara alami, yaitu : dapat dilakukan sewaktu-waktu, dapat dilakukan dengan jumlah telur yang banyak, menghasilkan anak dalam jumlah banyak dalam waktu bersamaan, dapat dilakukan pengawasan dan seleksi pada telur (Yuwanta, 1983).
Penetas ( pemanas dari listrik ) yang menggunakan tenaga listrik dilengkapi dengan lampu pijar dan seperangkat alat yang disebut termostat (termoregulator). Alat ini dapat mengatur suhu di dalam ruangan penetasan secara otomatis. Jika panasnya melebihi batas yang kita tentukan, maka termoregulator akan bekerja memutus arus listrik, akibatnya lampu pijar menjadi mati. Demikian suhu udara di dalam mesin tetas tetap stabil. Apabila dengan waktu tertentu ruangan atau kotak itu suhunya rendah, maka termostat bekerja kembali untuk menyambung arus dan lampu pijar menyala pula ( Marhiyanto, 2000 ).
Menurut Shanawany (1994), untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan yang berlebihan perlu diatur kelembaban pada 65 – 70 %. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi lebih dari 70 %. Cara lain dengan melihat pada kaca ventilasi masin tetas. Bila pada kaca terdapat butir-butir air berarti kelembaban terlalu tinggi. Dalam kondisi tersebut, kaca segera dilap sampai kering, ventilasi dibuka dan bak air dikeluarkan.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Mata Kuliah Teknologi Penetasan Unggas dilaksanakan selama 18 hari mulai hari Sabtu, 21 April 2018 s/d Rabu, 09 Mei 2018. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
3.2 Alat dan Bahan
Alat :
· Lampu kuning 25 watt
· Kabel
· Colokan
· Kepala lampu
· Kardus besar (brooder)
· Kain
· Mesin tetas
Bahan :
· Gula merah
· Pakan BR1
· Air
· Telur DOQ (Day Old Quail) sebanyak 100 butir/kelompok
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Sanitasi Mesin Tetas
Membersihkan bagian dalam mesin tetas berupa tray telur dan bagian luas mesin tetas dengan menggunakan desinfektan agar mikroba yang berada didalam mesin tetas mati.
3.3.2 Pengkondisian Mesin Tetas
Menghidupkan thermostat pada mesin tetas sampai mencapai suhu optimal untuk menetaskan telur.
3.3.3 Pembersihan Telur
· Mengambil telur pada tempat telur puyuh yang telah disediakan.
· Membersihkan telur puyuh menggunakan kain/tisu agar mikroorganisme yang menempel pada kerabang telur menghilang.
· Memisahkan telur yang retak pada tempat tersendiri.
· Menghitung telur puyuh yang normal digunakan dimana didapatkan dari hasil pengurangan telur normal dengan telur retak.
3.3.4 Peletakan Telur
· Meletakkan telur puyuh yang telah dibersihkan ke dalam tray telur pada mesin tetas.
· Memposisikan telur puyuh dalam kondisi yang tidak terlalu rapat/renggang agar memudahkan telur menetas.
· Menandai tray yang digunakan berdasarkan kelompok agar memudahkan dalam pengambilan data. Pada kelompok 8 digunakan tray dengan kode A3.
3.3.5 Pengoperasian Mesin Tetas
· Memulai pengoperasian mesin tetas dengan cara mengamati suhu yang tampak pada thermometer.
· Menghidupkan fan agar terdapat udara yang cukup dalam mesin tetas.
· Mengamati kelembaban dan menambahakan air pada bak air jika kelembaban terlalu rendah atau suhu terlalu tinggi.
3.3.6 Pengamatan Hari 1-3 Hari
· Mengamati telur puyuh pada hari 1-3 dimana dilakukan pengamatan pada suhu mesin tetas dan belum dilakukan pemutaran karena merupakan awal adaptasi telur.
· Mencatat suhu yang tampak pada thermostat dan waktu pengamatan pada kertas yang disediakan.
· Mengecek suhu secara terus-menerus pada pagi, siang dan sore hari.
3.3.7 Pengamatan Hari 4-12 Hari
· Mengamati telur puyuh pada hari ke 4-12 dimana dilakukan pengamatan pada suhu di mesin tetas dan mulai dilakukan pemutaran telur secara manual menggunakan tuas yang ada disamping kanan mesin tetas.
· Mencatat suhu yang tampak pada thermostat, waktu melakukan pemutaran telur dan waktu pengamatan pada kertas yang disediakan.
· Mengecek suhu dan memutar pada pagi, siang dan sore hari.
3.3.8 Pengamatan Hari 13-17
· Mengamati telur puyuh pada hari ke 13-17 dimana, dilakukan pengamatan pada suhu di mesin tetas dan tidak lagi dilakukan pemutaran telur dikarenakan telah memasuki masa kritis telur.
· Mencatat suhu yang tampak pada thermostat dan waktu pengamatan pada kertas yang disediakan.
· Mengecek suhu mesin tetas pada pagi, siang dan sore hari.
· Mengamati telur puyuh yang akan menetas dan mencatat waktu menetas pada kertas yang disediakan.
3.3.9 Pengkondisian DOQ
· Menyiapkan brooder berupa kardus untuk tempat DOQ yang telah menetas.
· Mengatur sedemikian rupa kondisi brooder agar suhu yang terdapat pada brooder sesuai dengan kondisi indukan.
· Memindahkan DOQ pada brooder dan memberikan minum berupa air gula agar energi yang terbuang karena proses pipping dapat tergantikan.
· Menghitung jumlah DOQ yang menetas dan mati selama proses pemeliharaan.
· Memberikan pakan secara terus menerus sampai DOQ siap dijual.
3.3.10 Packing DOQ
Mengepak DOQ yang siap untuk dijual atau dipindahkan ke kandang puyuh yang telah disediakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
No | Hari | Tanggal | Suhu | Pengamat Suhu | ||
Pagi | Siang | Sore | ||||
1 | Minggu | 22 Apr 18 | 102℉ | 102℉ | 102℉ | Hamsi Hasanah |
2 | Senin | 23 Apr 18 | 102℉ | 102℉ | 102℉ | Dwi Sulistiyo |
3 | Selasa | 24 Apr 18 | 102℉ | 102℉ | 102℉ | Yulia Ahda |
4 | Rabu | 25 Apr 18 | 102℉ | 102℉ | 102℉ | Susilawati |
5 | Kamis | 26 Apr 18 | 101℉ | 101℉ | 102℉ | Anton Hendarto |
6 | Jumat | 27 Apr 18 | 101℉ | 101℉ | 101℉ | Era M. Simanungkalit |
7 | Sabtu | 28 Apr 18 | 101℉ | 102℉ | 102℉ | Aceng Irama |
8 | Minggu | 29 Apr 18 | 101℉ | 102℉ | 102℉ | Tauviq Khoirudin |
9 | Senin | 30 Apr 18 | 103℉ | 103℉ | 102℉ | Syukri Halim Jatmiko |
10 | Selasa | 1 May 18 | 101℉ | 102℉ | 102℉ | Riski Maulida |
11 | Rabu | 2 May 18 | 101℉ | 102℉ | 102℉ | Yogi Perdana Saputra |
12 | Kamis | 3 May 18 | 101℉ | 101℉ | 103℉ | Oktavia Arumaningsih |
13 | Jumat | 4 May 18 | 102℉ | 102℉ | 101℉ | Anton Hendarto |
14 | Sabtu | 5 May 18 | 102℉ | 102℉ | 102℉ | Yulia Ahda |
15 | Minggu | 6 May 18 | 102℉ | 102℉ | 102℉ | Dwi Sulistiyo |
16 | Senin | 7 May 18 | 102℉ | 102℉ | 102℉ | Riski Maulida |
17 | Selasa | 8 May 18 | 102℉ | 102℉ | 102℉ | Yogi Perdana Saputra |
18 | Rabu | 9 May 18 | 102℉ | 102℉ | 102℉ | Tauvi Khoirudin |
Tabel 1 Pengamatan Suhu Mesin Tetas Per Hari
No | Hari | Tanggal | Jumlah Menetas (butir) | Jumlah Mati (ekor) |
1 | Minggu | 22 Apr 18 | ||
2 | Senin | 23 Apr 18 | ||
3 | Selasa | 24 Apr 18 | ||
4 | Rabu | 25 Apr 18 | ||
5 | Kamis | 26 Apr 18 | ||
6 | Jumat | 27 Apr 18 | ||
7 | Sabtu | 28 Apr 18 | ||
8 | Minggu | 29 Apr 18 | ||
9 | Senin | 30 Apr 18 | ||
10 | Selasa | 1 May 18 | ||
11 | Rabu | 2 May 18 | ||
12 | Kamis | 3 May 18 | ||
13 | Jumat | 4 May 18 | ||
14 | Sabtu | 5 May 18 | 11 | |
15 | Minggu | 6 May 18 | 20 | 5 |
16 | Senin | 7 May 18 | 14 | 2 |
17 | Selasa | 8 May 18 | 3 | |
18 | Rabu | 9 May 18 | 2 |
Tabel 2 Pengamatan Jumlah Telur Puyuh Menetas
55 Tidak Menetas
33 Menetas
12 Mati
4.1 Pembahasan
Pada praktikum mata kuliah Teknologi Penetasan Unggas dilakukan pada telur puyuh digunakan Day Old Quail (DOQ). Praktikum dilaksanakan selama 18 hari mulai dari Sabtu, 21 April 2018 sampai dengan Rabu, 09 Mei 2018. Praktikum dilakukan di Laboratorium Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.
Telur dimasukkan ke dalam mesin tetas yang telah dipanaskan pada suhu yang sesuai yaitu 100-101 oF pada hari Sabtu, 21 April 2018 pukul 12.10. Telur puyuh kelompok 8 disusun pada tray telur sengan kode A3.
Telur mulai menetas pada hari ke14, dengan total telur yang menetas adalah 11 butir. Di hari ke 15 merupakan puncak penetasan, karena di hari ke 15 ini terjadi peningkatan penetasan yaitu 20 butir. Dan pada hari ke 16, telur yang menetas adalah 14 butir. Jika dilihat, akan membentuk diagram laju penetasan yaitu mula-mula sedikit, terus meningkat dan stagnan, lalu turun lagi. Yang artinya pada posisi stagnan inilah puncak dari proses penetasan tersebut.
Pada hasil akhir penetasan pada kelompok kami adalah 45 Menetas namun 12 mati disebabkan karena perubahan suhu dari mesin tetas ke brooder yang kemungkinan terlalu panas atau terlalu dingin, sebagian mati karena masuk ke dalam air tempat minum didalam brooder.
Daya tetas kami adalah 45% dengan cara menghitung yaitu:
. Dengan asumsi bahwa telur yang fertil adalah 100%, karena dalam praktikum ini tidak menghitung telur yang fertil. Daya tetas ini dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya suhu dalam mesin tetas tidak stabil, atau kelembaban kurang pas. Selain itu pemutaran telur juga mempengaruhi karena apabila waktu pemutaran terlalu lama, maka daya tetas telur akan menurun.
BAB VPENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Cara menetaskan telur menggunakan mesin telur tidak begitu sulit, kita hanya perlu mengamati perkembangan dan memeriksa suhu dan kelembaban pada mesin etas tersebut. Selain itu juga melakukan pemutaran telur pada saat 4-12 hari teratur pagi, siang dan sore.
2. Cara menghitung daya tetas menggunakan rumus
. Jadi daya tetas pada praktikum ini adalah
. Dengan anggapan bahwa 100 telur puyuh tersebut fertil semua. Karena dalam praktikum ini tidak dilakukan pengecekan apakah telur puyuh tersebut fertil atau tidak.
5.2 Saran
Untuk praktikan, supaya lebih teliti lagi dalam melakukan praktikum ini, dan untuk jadwal per kelompok agar di perjelas dan di beri kabar apabila sudah dilakukan pemutaran telur.
DAFTAR PUSTAKA
Chan, H. dan M. Zamrowi. 1993. Pemeliharaan dan Cara Pembibitan Ayam Petelur. Penerbit Andes Utama. Jakarta.
Hardini, S. Y. P. K. 2000. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Konsumsi dan Telur Biologis terhadap Kualitas Interior Telur Ayam Kampung. Laporan Hasil Penelitian.
Jayasamudera, Dede Juanda dan Cahyono Bambang. 2005. Pembibitan Itik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nesheim, M. C., R. E. Austic dan L. E. Card. 1979. Poultry Production. Lea and Febiger, Philadelphia.
Nuryati, T. N., Sutarto, M. Khamin dan P. S. Hardjosworo. 1998. Sukses Menetaskan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta.
_________, 2002. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rukmana Rahmat. 2003. Ayam Buras: Intensifikasi dan Kiat Pengembangan. Kainisius. Jakarta.
Setiawan, Iwan. 2010. Tipe DOC (Day Old Chick). http://centralunggas.blogspot.com/2010/01/tipe-doc-day-old-chick.html. Di download pada tanggal 12 Juni 2011.
Shanawany. 1994. Quail Production Systems. FAO of The United Nations. Rome.
Soedjarwo, E. 1999. Membuat Mesin Tetas Sederhana. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudaryani, T. dan H. Santosa. 2000. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudrajad. 2001. Beternak Ayam Vietnam untuk Aduan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suprijatna, E., Umiyati, a., dan Ruhyat, K., 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tri-Yuwanta. 1983. Beberapa Metode Praktis Penetasan Telur. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Marhiyanto, B. 2000. Sukses Beternak Ayam Arab. Difa Publiser. Jakarta.
LAMPIRAN
Untuk melihat versi documentnya silahkan klik link dibawah ini:
Posting Komentar
Mohon untuk menggunakan kata yang tidak menyinggung unsur SARA. Dan juga tidak menggunakan unsur Phornography. Terima kasih telah mengikuti aturan dalam website ini.
Terima Kasih
Dwi Sulistiyo